selamat

SELAMAT DATANG DI WEBSITE AN-NAHL MANADO

beranda

Galery An-Nahl

iklan shafa cell

search

Senin, 13 September 2010

Rahasia Syahad

Seiring dengan perjalanan sejarah, masih terlintas dibenak kita sebuah peristiwa memilukan hati dan sangat mengguncangkan jiwa. Peristiwa yang syarat dengan kesedihan dan kegundahan mendalam yang menuntut ketegaran sang pengemban risalah, bahkan eksistensinya ikut dipertaruhkan. Inilah peristiwa yang menimpa Rosululullah Saw, Tepatnya pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari keNabian, ketika beliau mendatangi Pamannya Abu Tholib, dipenghujung hayatnya. Sementara itu Abu Jahal sudah berada disisinya. Kemudian beliau berkata,

يَا عَمْ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا الَله كَلِمَةٌ أَشْهَدٌ لَكَ بِهَا عِنْد الله
Paman, katakan la ilaha illallah, suatu kalimat yang dapat saya jadikan sebagai hujah disisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Mutholib? “keduanya terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya Abu Thalib mengucapkan bahwa dia berada diatas agama Abdul Muthalib.Kemudian Nabi Saw berkata, “Aku akan memohonkan ampunan untuk anda selama tidak dilarang.” (Mutafaqun ‘alaihi). Lalu, turunlah ayat yang menegur beliau,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni naar Jahannam. (QS. 9:113)
Termaktub di dalam kisah di atas, harapan dan usaha yang maksimal dari Rosulullah meyakinkan pamannya, supaya mengucapkan kalimat syahadat tauhid la ilaha illallah. Meskipun akhirnya pamannya meninggal dalam kekafiran dan berujung dengan kesedihan. Ada dua faktor yang melatar-belakangi kesedihan beliau. Pertama: Pamannya adalah satu-satunya orang yang mampu melindungi, membela Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ikut berpatisipasi memajukan dakwahnya dan telah memberi kontribusi yang sangat bernilai bagi keberlangsungan dakwahnya ketika itu. Kedua: Ketika dipenghujung hayatnya, pamannya enggan mengucapkan kalimat syahadat la ialha illallah. Dan faktor kedua inilah yang sangat disayangkan oleh beliau dan yang membuat beliau sedih dengan kesedihan yang mendalam.
Sekarang timbul pertanyaan yang mengganjal dibenak kita. Mengapa Rosulullah sangat sedih, lantaran pamannya meninggal tanpa mengikrarkan syahadat la ilaha illallah? Apa sebenarnya muatan hikmah yang tersirat didalamnya? Hal inilah yang melatar belakangi pembahasan ini.
hikmah yang terkandung dalam syahadat
Kisah di atas merupakan contoh yang riil, yang dicontohkan baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan pentingnya syahadat. Beliau telah berusaha dengan sekuat tenaga mendakwahkan kalimat syahadat ini, meninggikan dan memegangnya dengan erat serta konsisten diatas jalannya. Bahkan tidak ada seorang pun, yang dapat menggoyahkan prinsip dan pendirian beliau. Kemudian setelah diamati dan ditelaah dari literatur yang ada, ternyata ada beberapa hikmah atau rahasia yang termuat didalamnya diantaranya:
Syahadat MErupakan Asas Akidah Islamiyah
Syahadat merupakan asas dari aqidah islam, hal ini dilihat dari esensi syahadatain, disaat seseorang mengikrarkannya dua kalimat syahadat berarti ia berjanji, bersumpah dan siap untuk hanya beribadah kepada Allah saja, tunduk, taat dan patuh kepadanya, serta ada kesanggupan dari hati untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kekafiran dan kemusyrikin. Kemudian ia berjanji, bersumpah dan siap hanya meneladani Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah, serta ada kesanggupan hati pula untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kebid’ahan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa mengucapkan syahadatain merupakan syarat syahnya iman seseorang. Rosulullah bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَه وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقَِهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله
“Aku disuruh supaya memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Imam Nawawi berkata, “Hadist diatas menjelaskan tentang syarat syah diterimanya iman yaitu dengan mengikrarkan syahdataian dan meyakininya dengan sepenuh hati. Dan dia juga harus mengimani segala sesuatu yang dibawa oleh Rosululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, syahadat merupakan syarat keislaman seseorang, hal ini sebagaimana telah diungkapkan Syaikhul ibnu Taimiyah, beliau berkata, “Kaum muslilmin telah sepakat bahwa barang siapa yang belum mengucapkan syahadat, maka dia kafir. Padahal ia mampu mengucapkannya, tapi tidak mengikrarkannya. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Rajab Al-hambali beliau berkata, barang siapa yang meninggalkan syahadatain, maka dia telah keluar dari dienul islam.
Dari pemaparan para ulama diatas menjadi jelaslah bahwa syahadat merupakan inti bahkan asas dari aqidah islamiyah. Dengannya manusia terpilah menjadi muslim atau kafir. Ringkasnya, Jika seseorang tidak mengikrarkannya, tidak meyakininya dan tidak melaksanakan tuntutan yang ada didalamnya, maka tidak dikatagorikan sebagai seorang muslim bahkan dilarang untuk memberikan loyalitas kepadanya sampai hari kiamat.
Syahadat Menjaga Darah, Harta dan Jiwa seseorang
Agama islam merupakan agama universal, ajarannya meliputi segala aspek kehidupan, bahkan semua lini telah dimasukinya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah hukum-hukum yang berlaku dan aturan-aturan yang ditetapkan telah terkonsep dengan baik, hal itu bertujuan untuk mengatur pemeluk-pemeluknya supaya berjalan diatas syareat yang telah rumusklan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Contohnya, ketika seseorang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, maka darah, harta, dan jiwa seseorang telah terlindungi. Telah terdapat nash dari Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang hal ini. Beliau bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَه وَأنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله، وَيُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقَِهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله
“Aku disuruh supaya memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan Rosulullah telah bersabda,

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ الله حُرِّمَ مَالُهُ وَدَمُهُ

“Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah, dan mengkufuri sesembahan selain Allah, maka diharamkan harta dan darahnya.”
Inilah keagungan syahadat dengan mengikrarkannya jiwa, darah dan harta seseorang menjadi haram untuk ditumpahkan. Apakah cukup hanya dengan mengikrarkannya saja….? Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh mensyaratkan terpeliharanya harta dan darah dalam hadist diatas dengan dua hal:
Pertama: Mengucapkan la ilaha illallah dengan pengetahuan dan keyakinan. Kedua mengingkari (kufur) terhadap sesuatu yang disembah selain Allah. Maka tidak cukup hanya dengan pengucapan lafadz tanpa makna, akan tetapi harus ada pengucapan dan pengamalan.
Karena sesungguhnya Rosululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjadikan pengucapan saja, sebagai pelindung darah dan harta, bahkan bukan pula pengetahuan tentang artinya serta mengucapkannya, bukan pula pengakuan terhadap kebenarannya, dan juga bukan karena seseorang tidak menyeru kecuali hanya kepada hanya kepada Allah saja, yang tiada sekutu baginya. Bahkan darah dan harta tidak haram, kecuali dengan menambahkan kepada semua itu kekafiran terhadap apa yang disembah selain Allah. Jika ia ragu dan bimbang, maka harta dan darahnya tidak haram.
Abu Sulaiaman Al-Khatabi rahimahullah dalam menjelaskan sabda Nabi, “Aku disuruh supaya memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat,” mengatakan, “Telah diketahui bahwa yang dimaksud disini adalah para penyembah berhala. Bukan ahli kitab, karena mereka mengucapkan la ilaha illallah. Al-Qhadi Iyadh berkata, “Pengkhususan terjaganya harta dan darah bagi yang mengucapkan la ilaha illallah adalah merupakan ungkapan bukti adanya sambutan iman. Yang dimaksud disini adalah orang-orang musyrik arab dan para penyembah berhala. Adapun selain mereka yaitu orang-orang yang mengakui tauhid maka tidak cukup dalam penjagaannya dengan mengucapkan la ilaha illallah, karena ia mengucapkan masih dalam kekafiran.
Syaikhul islam ketika ditanya tentang penyerangan terhadap bangsa tartar, beliau berkata, setiap kelompok yang menolak untuk melaksanakan syareat islam yang bersifat amaliyah zhahir, yaitu bangsa tartar dan yang lainnya, maka wajib diperangi sehingga mereka melaksanakan syareat Allah, meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjalankan sebagian syareatnya.
Syahadat Memasukkan seseorang Kedalam Jannah dan Menjauhkannya dari An Naar (neraka)

Tiada tempat kembali yang lebih baik dan lebih mulia, melainkan syurganya dan meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah yang dicita-citakan oleh semua orang, ini terbukti ketika dilontarkan pertanyaan kepada mereka, semua sepakat dan berharap dapat masuk kedalam syurga. Dengan apakah seseorang bisa menggapainya…?. Rosulullah telah memberi jawaban dari pertanyaan ini beliau bersabda,
فَإِنَّ الله حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إَلَّا الله، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ الله
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan la ilah illallah (tiada sesembahan yang berhak selain Allah) dengan ikhlas dari hatinya dan mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah.” Dan Rosulullah bersabda,
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا الُله دَخَلَ الجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ العَمَلِ
“Barang siapa yang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, niscaya akan masuk syurga, betapa pun amal yang telah diperbuatnya.”
Syaikh Abdurrahman hasan Alu Syaikh menjelaskan barang siapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maksudnya, mengucapkannya dan mengetahui artinya serta mengamalkan tuntutannya, baik secara lahir maupun batin, niscaya Allah akan memasukannya kedalam syurga. Maka dalam dua syahadat itu harus ada pemahaman, keyakinan dan pengamalan yang ditunjukkan sebagaimana firman Allah, Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah. (QS. 47:19).
Adapun mengucapkannya tanpa memahami artinya dan tidak ada keyakinan serta pengamalan isi kandungannya, yaitu berlepas diri dari syirik dan ikhlas dalam ucapan dan perbuatan, yakni ucapan hati (I’tiqad) dan lisan (ikrar) dan perbuatan hati, lisan dan anggota tubuh, maka menurut kesepakatan para ulama. Hal itu tidak ada gunanya. Maka Allah akan memasukan kedalam syurga betapa pun amal yang telah diperbuatnya. Maksudnya, baik amal shalih ataupun amal buruk, karena ahlu tauhid pasti masuk syurga.
Syakhul islam dan lainnya berkata, hadist ini dan sejenisnya menerangkan bahwa, hadist-hadist yang menjanjikan syurga bagi orang yang mengucapkan la ilaha illallah adalah bagi orang yang mengucapkannya dan mati dalam keadaan bertauhid. Maka barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan berhak disembah kecuali Allah secara ikhlas maka ia akan masuk syurga.
Dari penjelasan diatas terbukti bahwa syahadat tauhid merupakan kunci yang akan mengantarkan seseorang masuk kedalam syurganya. Tentunya dengan melaksanakan konsekuensi-konsekuensinya dan konsisten diatasnya sampai akhir hayat.
Berhak mendapatkan syafaat Nabi Muhammad. Shallallahu ‘alaihi wasallam
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Wahai Rosulullah siapakah orang yang berhak mendapakan syafaatmu kelak pada hari kiamat?” Rosulullah bersabda,
لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسَأَلَنِي عَنْ هَذَا الحَدِيْثِ أَوَّلُ مِنْكَ لَمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيْثَ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أو نَفْسِهِ
“ Sungguh saya sudah mengira wahai Abu Hurairoh, bahwa tidak ada seseorang pun yang mendahuluimu bertanya mengenai hadist ini, karena saya melihat kamu sangat rakus terhadap hadits. Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku, pada hari kiamat ialah orang yang mengatakan la ilaha illallah ikhlas dari hatinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari bab, ilmu no. 99).
Ibnu Hajar Al-Asqolani, ketika menjelaskan hadist ini bahwa barang siapa yang mangikrarkan la ilaha illallah, dengan menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kenifakkan, Niscaya kelak akan mendapatkan syafaat Nabi Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dalam hadist ini pula merupakan dalil yang mensyaratkan pelafadzan kalimat syahadat, karena Rosulullah mengungkapkannya dengan “ Barang siapa yang berkata”. Maksud dari hadist ini adalah orang yang paling berbahagia kelak pada hari kiamat yang mendapatkan syafaatnya adalah orang mukmin lagi mukhlis.
Tersirat didalam hadist diatas bahwa setiap orang akan mendapatkan syafaat dari Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan kadar yang berbeda-beda. Karena beliau juga memberi syafaat kepada sebagian orang kafir, sehingga adzabnya diringankan, hal itu terjadi pada Pamannya Abu Tholib. Rosulullah juga memberi syafaat kepada sebagian orang mukmin supaya keluar dari neraka setelah memasukinya. Dan dengan syafaatnya seseorang bisa masuk syurga tanpa hisab atau ditinggikan derajatnya dari derajat sebelumnya. Akan tetapi orang mukmin yang mukhlislah yang paling banyak mendapatkan kebahagian dengan mendapatkan syafaatnya yang agung kelak diakherat.
Kalimat yang paling agung
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata, “Saya mendengar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Dzikir yang paling utama (diucapkan oleh seseorang) adalah la ilaha illallah.” (Diriwayatkan oleh Thirmidzi, hadist hasan shahih). Dan Rosulullah telah bersabda,
Imam Nawawi didalam kitabnnya “Nuzhatul Mutaqin” menjelaskan hadist diatas bahwa kalimat tauhid merupakan kalimat yang paling utama untuk diucapkan, karena didalamnya mengandung penetapan pada keEsaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan penafian (peniadaan) dari segala bentuk kemusyrikan. Kalimat tersebut juga merupakan kalimat yang paling utama diucapkan oleh para Nabi, karenanya mereka diutus, dibawah panjinya mereka berperang, dengan menegakkannya mereka mendapatkan kesyahidan, dan kalimat tersebut adalah kunci pembuka syurga serta penyelamat dari neraka.
Di dalam tafsir Al-jami’ liahkaml qur’an juga dijelaskan bahwa, kalimat La ilaha illallah lebih afdhol dari pada kalimat al-hamdu. Karena didalamnya mengandung pencegahan terhadap segala bentuk kekufuran dan kesyirikan, dan karenanya manusia diperangi. Dan pendapat inilah yang diambil oleh Ibnu ‘Atiyah dan Al-Hakim mereka berdalil dengan hadist yang diriwayatkan oleh
أَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُوْنَ مِنْ قَبْلِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
“Kalimat yang utama saya ucapkan dan para Nabi sebelum saya, adalah adalah la ilaha illallah wahdah laa syari kalah (tiada tuhan yang disembah yang tiada sekutu baginya).”
Refrensi:
1. Fathul Majid
2. Nawaqidul iman Al-I’tiqodiyah
3. Syarh Aqidah at-thohawiyah
4. Madkhol
5. Ar-Rhahiqu Makhtum
6. Nuzhatul Mutaqin
7. Tafsir Al-Jami’ liahkamil qur’an
8.   8. Fathul Baari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar